Senin, 14 Maret 2016

BELAJAR BERBANGSA DARI PEREMPUAN BERKERUDUNG

Kiai Budi Hardjono (tengah) menikmati suara merdu 
Romo Budi Purnomo yang tengah  menyanyikan 
lagu "Amazing Grace" diiringi oleh tarian sufi .
Di tengah aksi tidak simpatik antar umat beragama, seperti penolakan pembangungan Gereja Santa Clara Bekasi dan hujatan kepada Gubernur Ahok, Rabu, 9 Maret 2016 yang lalu para perempuan berkerudung lintas Agama menggelar pertemuan penuh persaudaraan di halaman Gereja Kristus Raja, Jalan Diponegoro No 101, Ungaran, Kabupaten Semarang. Pertemuan yang dihadiri ratusan perempuan berkerudung ini diisi dengan ceramah dari Tokoh Islam dan Katolik, yakni: KH Budi Hardjono dan Romo Aloysius Budi Purnama. 
Kiai Budi yang merupakan pimpinan Pondok Pesantren Al Islah, Tembalang, Kota Semarang, membawakan ceramah dengan tema cinta universal tanpa mengenal sekat agama dan golongan. “Walau dibilang orang minimalis, tidak apa-apa. Tapi ini sudah sebuah upaya. Bagi saya ini seperti menanam benih ke dalam tanah, seiring berjalannya waktu akan tumbuh kebaikan. Karena cinta bisa mengubah kebiadaban menjadi sebuah peradaban,” kata Kiai yang bersahabat akrab dengan almarhum Monsignor Johanes Pujasumarta ini, seperti dilansir Kompas.com.

Suasana persaudaraan semakin terasa ketika duo Budi ini berkolaborasi selama ceramah berlangsung. Kiai Budi dengan suara emasnya melantungkan Tombo Ati karangan Sunan Bonang dan Langgam Jawa Caping Gunung diiringi Saksofon Romo Budi, membuat ratusan perempuan Islam dan Katolik berkerudung yang memenuhi Aula Gereja Kristus Raja Ungaran itu tak beranjak dari tempat duduknya. Tidak mau kalah, Romo Budi pun menyumbangkan suaranya dengan menyanyikan lagu Amazing Grace diiringi tarian Sufi yang dibawakan oleh sejumlah santri dari Pondok Pesantren Al Islah. 
Kedua tokoh agama yang mengisi pertemuan ini terlihat memiliki relasi persaudaraan yang sangat dekat. Candaan mereka selama acara berlangsung menunjukkan relasi yang telah mereka bangun adalah persaudaraan sejati. Yang ada pada mereka hanyalah jembatan, tanpa ada sedikitpun tembok pembatas. 
Kejadian-kejadian luci dan tak terduga tersaji begitu lugas selama aara berlangsung. Kiai Budi yang asyik menceritakan filosofi tarian Sufi, tidak menyadari kalau “Udeng” atau penutup kepala miliknya sekarang berada di Kepala Romo Budi. “Lama-lama kepala saya berat. Saya lepas ya?” kata Romo Budi, sambil melepas udeng milik Kiai Budi itu.
Menurut Romo Budi, melalui kegiatan ini diharapkan perbedaan bukan lagi menjadi penghalang. Namun justru makin menperkaya hubungan antar-umat beragama, terutama dalam rangka meredam berbagai konflik di tengah masyarakat. “Ini suatu langkah awal untuk mewujudkan peradaban kasih bagi masyarakat Indonesia dan bagi dunia, yang bermartabat, sejahtera dan beriman. Apapun agamanya,” kata Romo Budi. MSL-dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar