Syalom, ...Berkat kasih setia Tuhan senantiasa diam
dihati kita....
Hari ini saya mau membagikan permenunganku atas Sabda
Allah, yang diwartakan oleh Rasul Petrus dalam 1 Petrus 1:3-7. Tema perikope
itu adalah Pengharapan, Iman dan Kasih. Namun, pengajaran Petrus ini
sungguh memulihkan aku, dan mengajakku untuk bangkit dan melihat dunia, hidup
dengan segala persoalannya secara baru. Karena itu judul renunganku ini menjadi:
KEBANGKITANMU, PULIHKAN AKU.
Saudara-saudariku yang terkasih dalam Tuhan kita
Yesus Kristus.
Surat Rasul Petrus ini begitu indah untuk
direnungkan. Ada tiga hal yang menjadi pokok permenungan hari ini, yakni: Rahmat Kebangkitan (ayat 3-5), Bagaimana sikap kita (ayat 6) dan mengapa kita bersikap demikian (ayat
7).
Rasul Petrus memulai suratnya dengan sebuah rumusan
yang sudah sangat tua: “Terpujilah Allah...”. Ungkapan ini merupakan warisan
Perjanjian Lama yang dipakai ketika seseorang memperoleh rahmat yang agung dari
Allah. Ketika Abraham berhasil mengalahkan Raja Kedorlaomer, Imam Melkisedek
memberkati Abraham dengan rumusan doa ini: “Terpujilah Allah yang
mahatinggi...” (Kej 14:20). Kalimat yang sama diungkapkan oleh Zakharia setelah
kelahiran Yohanes Pembaptis, “Terpujilah Tuhan, Allah Israel...” (Luk 1:68). Hal
ini menunjukkan bahwa rumusan ini digunakan Petrus untuk menunjukkan
Kebangkitan Yesus membawa serta Rahmat yang Agung.
Rasul Petrus mengantar kita untuk memahami Rahmat
yang Agung ini secara perlahan-lahan, selangkah demi selangkah. Pada ayat 3
disebutkan rahmat itu adalah kelahiran
kembali. Dengan kata lain, kebangkitan Kristus membawa serta sebuah kehidupan baru bagi orang yang
percaya. Kehidupan baru tersebut adalah kehidupan dengan sebuah pengharapan. Namun sampai di sini kita
belum sampai pada Rahmat Agung kebangkitan. Ayat 4, Rasul Petrus masih
menjelaskan sifat-sifat atau mungkin lebih tepat keunggulan dari Rahmat Agung
itu. Baru pada ayat ke 5 disebutkan Rahmat Agung itu adalah keselamatan. Dengan ringkas dapat
dikatakan bahwa kebangkitan membaharui iman kita akan harapan keselamatan yang
akan nyata pada akhir zaman.
Mengapa keselamatan disebut sebagai rahmat yang
agung? Mungkin pertanyaan ini dinilai konyol, karena satu-satunya tujuan kita
beriman dan beragama adalah keselamatan. Namun Rasul Petrus memberikan
penjelasan yang sangat masuk akal, mengapa disebut demikian. Pada ayat 4 Petrus
menjelaskan dengan sangat gamblang, yakni bahwa rahmat itu “...tidak dapat
binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di
sorga bagi kamu.”
Membaca penjelasan Petrus diayat 4 ini mengingatkan kita pada Luk 12:33-34 (dan paralelnya pada Mat. 6:19 dan Mrk 10:2) yang bunyinya: “Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."
Ayat ini sering dipakai untuk menunjukkan bahwa harta
yang kita miliki di dunia tidak ada gunanya. Apalagi jika dihubungkan dengan
Mat 19:24, “Sekali lagi aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk
melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam kerajaan Allah.” Namun
satu hal yang patut kita renungkan adalah bahwa harta adalah bagian dari
anugerah Tuhan. Kendati demikian bagaimana cara mendapatkan harta akan menjadi
prasyarat berguna atau tidaknya harta yang kita miliki. “Harta benda yang
diperoleh dengan kefasikan tidak berguna, tetapi kebenaran menyelamatkan orang
dari maut.” (Ams 10:2).
Harta yang diperoleh dengan cara yang benar dan
digunakan untuk kemuliaan Tuhan tentu saja seperti yang dikatakan Amsal, akan
menyelamatkan orang dari maut. Namun kesulitan yang sering dihadapi adalah keterikatan
pada harta. Seolah-olah harta adalah hidup kita. Tanpa harta kita tidak bisa hidup.
Hal ini dikritik Yesus dalam perumpamaan tentang Orang Kaya yang Bodoh (Luk
12:13-21).
Singkatnya seagai anugerah Tuhan harta juga penting
untuk kehidupan, jika kita mendapatkan dengan cara yang benar, mengelolanya
dengan benar dan menggunakannya dengan benar. Agar tidak jatuh dalam kehidupan
tanpa rahmat karena menjadikan harta sebagai tujuan, Yesus memberikan nasihat
yang indah: “Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu
akan ditambahkan kepadamu,” (Mat 6:33). “Karena di dalam Dialah tersembunyi
segala harta, hikmat dan pengetahuan.” (Kol 2:3).
Pokok permenungan kita yang kedua adalah bagaimana
sikap kita dalam menerima rahmat agung keselamatan itu. Rasul Petrus dalam
Firman Tuhan yang kita renungkan hari ini memberikan jawaban yang singkat: bergembiralah akan hal itu. Ajakan
untuk bersukacita. Tetapi bagaimana mengungkapkan kegembiraan atau sukacita
itu? Musa setelah menyeberangi Laut Merah dengan Kuasa Allah, bersukacita dan
bergemira nyanyian (Kel 15:1-21). Daud setelah mengalami berbagai pengalaman
kemenangan, setelah berhasil menguasai Yerusalem, memindahkan Tabut Perjanjian
dari Baale ke Yerusalem, ia bernyanyi dan menari untuk mengungkapkan
kegembiraan dan sukacitanya (2Sam 6:3-5).
Apakah dengan kegembiraan dan sukacita seperti itu
menunjukkan bahwa pencobaan atau permasalahan telah usai? Tidak. Petrus bahkan menegaskan:
“Sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan”
(ayat 6). Bahkan tidak sekedar pencobaan melaikan “berbagai-bagai pencobaan.”
Jika demikian, untuk apa kita bergembira?
Ini adalah pokok permenungan kita yang ketiga.
Walaupun pencobaan tetap ada, permasalahan belum juga usai, sukacita atau
kegembiraan menunjukkan kemurnian iman kita. “Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan
kemurnian imanmu,” kata Rasul Petrus. Senada dengan itu, Yesus bin Sirakh mengatakan:
“Sebab emas diuji di dalam api, tetapi
orang yang kepadanya Tuhan berkenan dalam kanca penghinaan.” (2:5).
Hidup baru dengan harapan akan rahmat agung
keselamatan membuat orang melihat persoalan atau pencobaan dengan cara yang
baru pula. Dulu, ketika berhadapan kita dengan ketakberdayaan berseru kepada
Tuhan, “Tuhan tolong lah aku. Persoalanku terlalu besar Tuhan.” Namun sekarang
dengan kaca mata yang baru ketika berhadapan dengan persoalah atau pencobaan,
reaksinya pun menjadi baru: “Hei persoalan. Tidak ada apa-apanya kamu. Tuhanku
terlalu besar dibanding denganmu.”
Semoga Tuhan menolong kita. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar