Rabu, 20 April 2016

KEBANGKITANMU, PULIHKAN AKU

Syalom, ...Berkat kasih setia Tuhan senantiasa diam dihati kita....
Hari ini saya mau membagikan permenunganku atas Sabda Allah, yang diwartakan oleh Rasul Petrus dalam 1 Petrus 1:3-7. Tema perikope itu adalah Pengharapan, Iman dan Kasih. Namun, pengajaran Petrus ini sungguh memulihkan aku, dan mengajakku untuk bangkit dan melihat dunia, hidup dengan segala persoalannya secara baru. Karena itu judul renunganku ini menjadi: KEBANGKITANMU, PULIHKAN AKU.
Saudara-saudariku yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus.
Surat Rasul Petrus ini begitu indah untuk direnungkan. Ada tiga hal yang menjadi pokok permenungan hari ini, yakni: Rahmat Kebangkitan (ayat 3-5), Bagaimana sikap kita (ayat 6) dan mengapa kita bersikap demikian (ayat 7).
Rasul Petrus memulai suratnya dengan sebuah rumusan yang sudah sangat tua: “Terpujilah Allah...”. Ungkapan ini merupakan warisan Perjanjian Lama yang dipakai ketika seseorang memperoleh rahmat yang agung dari Allah. Ketika Abraham berhasil mengalahkan Raja Kedorlaomer, Imam Melkisedek memberkati Abraham dengan rumusan doa ini: “Terpujilah Allah yang mahatinggi...” (Kej 14:20). Kalimat yang sama diungkapkan oleh Zakharia setelah kelahiran Yohanes Pembaptis, “Terpujilah Tuhan, Allah Israel...” (Luk 1:68). Hal ini menunjukkan bahwa rumusan ini digunakan Petrus untuk menunjukkan Kebangkitan Yesus membawa serta Rahmat yang Agung.
Rasul Petrus mengantar kita untuk memahami Rahmat yang Agung ini secara perlahan-lahan, selangkah demi selangkah. Pada ayat 3 disebutkan rahmat itu adalah kelahiran kembali. Dengan kata lain, kebangkitan Kristus membawa serta  sebuah kehidupan baru bagi orang yang percaya. Kehidupan baru tersebut adalah kehidupan dengan sebuah pengharapan. Namun sampai di sini kita belum sampai pada Rahmat Agung kebangkitan. Ayat 4, Rasul Petrus masih menjelaskan sifat-sifat atau mungkin lebih tepat keunggulan dari Rahmat Agung itu. Baru pada ayat ke 5 disebutkan Rahmat Agung itu adalah keselamatan. Dengan ringkas dapat dikatakan bahwa kebangkitan membaharui iman kita akan harapan keselamatan yang akan nyata pada akhir zaman.
Mengapa keselamatan disebut sebagai rahmat yang agung? Mungkin pertanyaan ini dinilai konyol, karena satu-satunya tujuan kita beriman dan beragama adalah keselamatan. Namun Rasul Petrus memberikan penjelasan yang sangat masuk akal, mengapa disebut demikian. Pada ayat 4 Petrus menjelaskan dengan sangat gamblang, yakni bahwa rahmat itu “...tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu.”

Membaca penjelasan Petrus diayat 4 ini mengingatkan kita pada Luk 12:33-34 (dan paralelnya pada Mat. 6:19 dan Mrk 10:2) yang bunyinya: “Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."
Ayat ini sering dipakai untuk menunjukkan bahwa harta yang kita miliki di dunia tidak ada gunanya. Apalagi jika dihubungkan dengan Mat 19:24, “Sekali lagi aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam kerajaan Allah.” Namun satu hal yang patut kita renungkan adalah bahwa harta adalah bagian dari anugerah Tuhan. Kendati demikian bagaimana cara mendapatkan harta akan menjadi prasyarat berguna atau tidaknya harta yang kita miliki. “Harta benda yang diperoleh dengan kefasikan tidak berguna, tetapi kebenaran menyelamatkan orang dari maut.” (Ams 10:2).
Harta yang diperoleh dengan cara yang benar dan digunakan untuk kemuliaan Tuhan tentu saja seperti yang dikatakan Amsal, akan menyelamatkan orang dari maut. Namun kesulitan yang sering dihadapi adalah keterikatan pada harta. Seolah-olah harta adalah hidup kita. Tanpa harta kita tidak bisa hidup. Hal ini dikritik Yesus dalam perumpamaan tentang Orang Kaya yang Bodoh (Luk 12:13-21).
Singkatnya seagai anugerah Tuhan harta juga penting untuk kehidupan, jika kita mendapatkan dengan cara yang benar, mengelolanya dengan benar dan menggunakannya dengan benar. Agar tidak jatuh dalam kehidupan tanpa rahmat karena menjadikan harta sebagai tujuan, Yesus memberikan nasihat yang indah: “Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu,” (Mat 6:33). “Karena di dalam Dialah tersembunyi segala harta, hikmat dan pengetahuan.” (Kol 2:3).
Pokok permenungan kita yang kedua adalah bagaimana sikap kita dalam menerima rahmat agung keselamatan itu. Rasul Petrus dalam Firman Tuhan yang kita renungkan hari ini memberikan jawaban yang singkat: bergembiralah akan hal itu. Ajakan untuk bersukacita. Tetapi bagaimana mengungkapkan kegembiraan atau sukacita itu? Musa setelah menyeberangi Laut Merah dengan Kuasa Allah, bersukacita dan bergemira nyanyian (Kel 15:1-21). Daud setelah mengalami berbagai pengalaman kemenangan, setelah berhasil menguasai Yerusalem, memindahkan Tabut Perjanjian dari Baale ke Yerusalem, ia bernyanyi dan menari untuk mengungkapkan kegembiraan dan sukacitanya (2Sam 6:3-5).
Apakah dengan kegembiraan dan sukacita seperti itu menunjukkan bahwa pencobaan atau permasalahan telah usai? Tidak. Petrus bahkan menegaskan: “Sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan” (ayat 6). Bahkan tidak sekedar pencobaan melaikan “berbagai-bagai pencobaan.” Jika demikian, untuk apa kita bergembira?
Ini adalah pokok permenungan kita yang ketiga. Walaupun pencobaan tetap ada, permasalahan belum juga usai, sukacita atau kegembiraan menunjukkan kemurnian iman kita. “Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu,” kata Rasul Petrus. Senada dengan itu, Yesus bin Sirakh mengatakan: “Sebab emas diuji di dalam api, tetapi orang yang kepadanya Tuhan berkenan dalam kanca penghinaan.” (2:5).
Hidup baru dengan harapan akan rahmat agung keselamatan membuat orang melihat persoalan atau pencobaan dengan cara yang baru pula. Dulu, ketika berhadapan kita dengan ketakberdayaan berseru kepada Tuhan, “Tuhan tolong lah aku. Persoalanku terlalu besar Tuhan.” Namun sekarang dengan kaca mata yang baru ketika berhadapan dengan persoalah atau pencobaan, reaksinya pun menjadi baru: “Hei persoalan. Tidak ada apa-apanya kamu. Tuhanku terlalu besar dibanding denganmu.”

Semoga Tuhan menolong kita. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar